Wellcome! Selamat datang di SmallSecret-info

Thanks You have visited my 'simple, small' Blog. Hope You All enjoyed.
Terimakasih anda telah berkunjung. Saya sadari sepenuhnya bahwa Blog ini JAUUUUUUUUUH dari sempurna. Meski begitu Harapan saya semoga bisa berguna bagi saya, Anda dan semua... amin.
SmallSecret.

Jumat, 18 Maret 2011

Mahasiswa - Sakarosa series

Rindy memang kecewa karena tidak lulus UMPTN. Tapi tak apalah, semua kesalahannya. Dia ingat betul pada hari pertama, dia belum tanda tangan daftar hadir. Dia barus sadar setelah pulang. Entah karena hal itu, atau nilainya memang jeblok atau karena hal lain. Mungkin saja jurusan yang dipilih terlalu tinggi untuk dijangkau dengan tubuhnya yang mungil dan tak bisa bertambah tinggi.
Sejak awal pun dia sudah merasa tak yakin. Tapi buat apa diceritakan atau disiar-siarkan.. Seperti mencari-cari alasan untuk sebuah kegagalan. Mencari kambing hitam. Padahal nggak lagi musim Qurban.
Masih ada kesempatan untuk kuliah di perguruan tinggi negri yang orang bilang masih jauh lebih irit dibanding perguruan tinggi swasta, Kuliah DIII juga nggak masalah.

Dan berhasil. Rindy berhasil diterima di jurusan teknik Elektro sebuah Politeknik Negri di Semarang. Meski sebetulnya dia nggak suka banget dengan yang namanya Semarang. Tapi doa Ibu ternayata lebih mujarab. Ibunya memang selalu berkeinginan anak-anaknya tidak kuliah terlalu jauh. Makanya pas milih jurusan di ITB dan ITS sempat kena omel.
Tak apalah. Semua ini mungkin yang terbaik baginya. Yang diatas lebih tahu apa yang terbaik untuknya.
Rindy patut bersyukur dari sepuluh temannya yang ikut ujian masuk hanya dia seorang yang lolos. Patut bangga pula.
Sebagai anak pertama, dia tidak bisa tanya-tanya bagimana itu kuliah. Pengalaman nol.
Seperti biasanya Rindy mandiri. Mengurus daftar ulang dan melakukan semua kegiatan pembayaran sendiri. Termasuk mencari kost. Ibu sempat kuatir, Ayah juga. Bukannya kuatir keselamatan Rindy. Dia psti bisa jaga diri dan nggak mungkin nyasar. Tapi duitnya itu lo, takutkalo hilang. Ibu nyuruh naruh duitnya dibagi-bagi. Sebagian di dompet, sebagian disaku kiri kanan dikasih peniti. Uang naik bus dan receh dikantong depan tas. Tas punggung jangan dipake dipungung. Didekap di dada aja.
Mencari kost ternyata tak semudah bayangan Rindy. Rata-rata tertulis kost penuh. Susah. Kayak nyari kerjaan aja. Nggak ada lowongan. Padahal Rindy belum pernah nyari kerja.
Seandainya pun masih tersisa kamar kosong, ibu kost nggak percaya pada Rindy yang mungil. Jadi gimana bisa dapat kost.
Merasa gagal mendapat kost. Rindy segera pulang. Langsung mengeluh dan mengaduh pada ayah.
“Yah, dimana-mana orang nyari kost itu dianter orang tua. Mana ada yang percaya sama Rin, Yah. Meski udah bawa uang panjer pun. Tetep aja. Lagian kadang masih ada kamar kosong dibilang sudah penuh. Susah. Dikiranggak sanggup bayar apa ya? Padahal mulai masuk kuliah tinggal 3 hari lagi. Gimana dong!”
Ayah kasihan.
Besoknya ayah menemani mencari kost. Rindy sebetulnya nggak tega. Ayah kan suka mabok kalau naik bus. Kalau bawa mobil carry tua itu, boros bensin. Lagian Ayah nggak kuat nyetir lama-lama. Maklum udah tua.
Susah payah mencari. Akhirnya dapat juga. Meski itu kamar bekas dapur. Lemarinya menggunakan lemari dapur. Nggak apa lah. Sementara. Kasihan kalau mesti nyari lagi. Ayah sudah lelah.
Hanya Rindy satu-satunya anak baru dikost itu. Sebetulnya ada lagi. Tapi untuk sementara dia nebeng ditempat saudara. Kan masih pra kuliah, Ospek dan sejenisnya.
Sehari sebelum masuk kuliah, Rindy diantar Ayah, Mama, om dan tente. Sebenarnya yang mau ikut sekompleks. Tetangga juga. Cuman ditolak dengan halus oleh Ayah. Eh, jangan salah. Rindy terkenal banget dikampungnya. Banyak penggemar, mulai dari ibu-ibu yang suka nitipin anak-anaknya dan anak-anak kecil dikompleksnya yang suka dijahilin. Dua adiknya juga mau ikut. Tapi dilarang ayah dengan alasan mobilnya nggak muat. Padahal Rindy nggak bawa banyak barang. Membawa baju-baju dan perlengkapan lain. Ember, gayung, seprei dan sejenisnya.
Tante Atun sempat kasihan. Dan ragu apa Rindy bisa kerasan.
“Ati-ati ya Rin. Jangan lupa shalat. Sekolah yang bener.” Pamit Ayah menasehati.
Rindy mengangguk. Sempat terharu. Mau menangis. Tapi ditahan, gengsi dong.
“Jangan lupa makan, ya? Jangan nakal.” Pesen Ibu.
Ibu memeluk dan merangkulnya. Sempat mau nangis juga. Tapi melihat Rindy cengengesan, kekhawatiran itu hilang. Ayah pun demikian.
Padahal jauh dilubuk hati Rindy merasakan perasaan sesak aneh yang membuatnya sulit membendung air mata di pelupuk. Tapi dengan senyum-senyum, sedikit nyengir air mata itu tertampung rapi di kelopak mata. Sukses. Nggak nangis.
Begitu mereka pulang, Rindy bergegas masuk kekamar. Mau beres-beres. Matanya berair dan sempat menetes. Bobol juga nih. Ada perasaan sesak di dada yang tidak bisa diterjemahkan kenapa.

****

Sendiri. Aneh. Sepi. Siang tadi Rindy sempat kenalan dengan mbak kost yang ada disitu. Wah lupa semua namanya. Yang chinese tu Mbak Min, trus yang gendut Mbak Nina, Mbak hepi. Ah lupa-lupa ingat. Sejak datang sampai malam hari Rindy hanya dikamar. Pas diajak keluar nonton TV sama Mbak Min, Rindy menolak.
“Mo beres-beres Mbak. Lagian cape. Mo istirahat besok kan harus masuk jam setengah enem.”
Nggak ada yang perlu dibereskan sebetulnya. Bajunya nggak begitu banyak. Sepatu cuman dua pasang, buku juga baru dikit. Mau tidur? Susah. Mau ikut nonton TV? Aduh, malas basa-basi.
Rindy memang bukan anak mami. Tapi bagaimana pun juga dia sedih. Ini bukan nebeng tidur untuk semalam dua malam. Ini untuk waktu lama. Bisa sebulan dua bulan. Paling cepet dua minggu. Dia kangen sama adiknya, Diga.
Tuhan ini baru mau satu malam. Bagaimana seminggu?
Sekuat apa pun dia pasti merasa kehilangan saat pisah untuk pertama kali. Apalagi untuk jangka waktu yang cukup lama. Belum lagi untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Pastilah susah. Banyak hal yang akan ditemuinya nanti. Masalah yang harus dihadapinya sendiri.
Ah, kenapa mesti takut? Bukankah selama ini dia juga selalau menghadapi semua masalahnya sendiri. Dia jarang sekali mengadu apalagi mengeluh di depan orang tuanya?
Rindy mungkin hanya sempat tidur sesaat. Wekernya bunyi jam setengah lima.
Rindy tidak terlambat. Bebas dari hukuman push up dan lari keliling lapangan. Semua berkumpul dilapangan. Banyak banget. Dengan seragan hitam putih dan aksesori pita plus tas karung dan topi dengan model yang telah ditetapkan.
Senior, Mas dan Mbaknya belum nampak strength dan galak. Mungkin karena masih hari pertama. Semua berkumpul. Nggak hanya jurusan Elektro, juga Sipil, Mesin dan anak administrasi niaga, akutansi dan sekertaris. Makanya banyak cewek juga. Rindy sempat kenalan dengan Neni, Yuni dan Meta. Sayang, semua anak Akutansi.
Baru setelah istirahat siang mereka dikelompokkan per jurusan.

Kesibukan kampus membuat Rindy sedikit demi sedikit lepas dari kerinduan orang dirumah. Apalagi masa gojlokan begini. Isinya hanya penderitaan. Ospek empat hari. Itu sudah menyiksa. Kemarin saja si Rian, anak Solo yang jangkung dan berkacamata itu kena hukuman lari keliling lapangan gara-gara nggak ngerjain tugas menyalin berita radio. Ceritanya selama ospek kita diwajibkan menyalin berita dari radio. Berita yang jam sebelas malem. Kata senior untuk melatih kita lembur. Pasalnya besok kalo sudah mulai kuliah, tugas dan bikin laporan praktikum perlu lembur sampai malam. Yach itung-itung latihan.
Belum lagi pas diwajibkan mencari tanda tangan minimal 40 buah. Dan hanya dikasih waktu 3 jam, dari zhuhur sampai Asar. Pas hari terakhir menjelang inagurasi.
Lilis dan Era sudah mendapat 3 tanda tangan ekstra, dari senior yang memang perhatian. Ceritanya tu senior lagi pedekate. Rindy baru dapat satu itu pun dengan susah payah. Pakai disuruh nyanyi bintang kecil dengan vokal i semua. Itu gara-gara ngaku hobi nyanyi. Terus di suruh ngerayu senior seperti adegan film Ada Apa Dengan Cinta . (bagian mana?)
Itu masih mending ada anak sekertaris. Cantik sih. Yang ngaku hobi masak sama menari. Langsung aja suruh menari. Terus besok mesti nyerahin contoh karya masakan di ruang senat .
Ada lagi beberapa mahasiswi yang disuruh bergoyang India. Wah mesti seniornya doyan banget nonton film bollywood.
Melihat teman-teman yang lain mendapat perlakuan yang tidak wajar sebenarnya Rindy geli juga. Ingin ketawa terus.
Rindy melangkah memasuki ruangan. Tertulis ruang kesenian. Biasa pas minta tanda tangan ke salah satu senior langsung diinterogasi. Pertanyaan klise.
“Hobi?” senior yang didadanya pakai nama Hartono itu bertanya.
“Eng..” Rindy berpikir. Bilang nyanyi ntar suruh nanyi, nari juga. Masak malah suruh kirim contoh masakan, yang bilang silat malah di adu, eng… baca aja deh biar aman.
“APA!” senior itu mulai galak. Membentak.
“Eng Membaca.”
Sejenak senior diam. Bingung mencari gara-gara. Tapi temannya yang lain datang.
“O.. Hobi baca kan de. Kalo gitu kamu baca tulisan itu.”
Ah, kecil. Bisik Rindy sombong.
Dengan lantang Rindy membaca. “RUANG KESENIAN. Wahana berprestasi, berekspersi, dan berinteraksi.”
Seseorang langsung menendang kakinya dari belakang.
“BEGO!” Rindy kaget. “Baca yang bener!”
Rindy mengulang sekali lagi. Persis, sama.
“Hei, Nggak lihat itu tanda apa?” yang cewek jauh lebih galak.
“Setrip.”
“Ya, Baca!”
“Ruang strip kesenian. Wahana…..”
“Hoi, Goblok!” lagi-lagi kakinya kena tendang. Mbak senior malah melotot pas dimukanya.
“Baca yang bener!”
Rindy segera menangkap. Tumben juga dia nggak telat mikir.
“Ruang setrip kesenian titik wahana berprestasi koma berekspresi koma dan berinteraksi titik.”
Asik nggak ada yang protes dan marah lagi. Rindy senyum-senyum. So kena bentak lagi. Sebelum dapat tanda tangan, dia disuruh membaca semua tulisan yang ada di ruang situ. Bahakan Mbak yang galak itu nyuruh baca diary temannya. Sampai busa dimulutnya habis.
Beberapa cewek anak mami terlihat habis menangis. Rindy antara kasihan dan sebel. Dasar anak mami. Baru digituin. Seandainya dai kenal cewek-cewek yang pada nangis itu mesti dia langsung komplain. Masalah hal-hal begini yang menunjukkan bahwa kaum cewek lemah dan hanya bisa menjual air mata.
Hanya Mas Adi, senior Elektro yang begitu diminta tanda tangan langsung ngasih tanpa banyak prasarat. Juga Mbak Arini yang anak sekertaris. Langsung kasih tanda tangan hanya dengan minta dipijit kakinya yang pegel. Itupun dua menit. Malah rasanya Rindy baru pegang. Udah ditandatangani.
Sebenarnya dari waktu ke waktu tradisi gojoklan macam gitu selalu ada, dengan variasi yang beragam. Prinsipnya sama. Senior selalu mencari gara-gara. Agar bisa meluapkan emosinya. Agar kelihatan sangar. Agar dihormati. Agar lebih kuasa. Tentunya dengan paksa. Atau agar bisa balas dendam?
Salah satunya adalah hukuman bagi tandatangan yang kurang. Rindy hanya dapat sepuluh. Anehnya, ada dua anak yang dapat lebih dari empat puluh. Ah, ini pasti diskenario. Juga tersebar gosip ada mahasiswa baru cowok yang pipis ditempat wudlu. Makanya para senior marah besar.
“Ih, ngawur. Bego banget. Siapa sih?” bisik Rindy.
“Ayo NGAKU!” Berkali-kali bentakan itu keluar dari mulut para senior. Nggak ada satu pun yang mengaku. Ada yang banting-banting. Menggedor atap parkiran yang terbuat dari seng. Wah, cempreng banget. Bising. Ada yang tunjuk-tunjuk ke salah satu cowok. Biasanya yang eksentrik. Terus cewek yang senyum-senyum pun langsung kena semprot dan kena sanksi. Dipelototin dan dikata-katain.
“Kenapa senyum-senyum. Merasa cantik!” si cewek itu dipelototin. So, refleks mukanya jadi berubah ketakutan.
“Kami nggak butuh senyum itu.” Yang lain datang mendekat ikut membentak.

Beberapa orang cewek berurutan pingsan. Yang satu jatuh. Yang lain mengikuti. Lilis dan Era tidak kelihatan. Mungkinkah mereka pingsan juga. Ada yang ditendang, ada yang ditonjok, ada yang dipelototin. Wah, nggak manusiawi banget deh! Banyak yang gemeteran. Rindy nggak takut. Kaget pun nggak. Yang ada malah rasa geli, hingga tawa diperutnya kadang nggak ketahan. Yang dibelakangnya juga malah sampai kentut.
Dan karena ketahuan senior langsung ditendang disuruh keluar barisan. Rindy tidak berani menatap sanksi selanjutnya yang diterima tu cowok. Mungkin disuruh push up seratus kali atau malah dicuekin di pojok lapangan.
Karena tidak ada satupun yang mau mengaku pipis ditempat wudlu, kita semua kena sanksi. Push up rame-rame, angkat sebelah kakai rame-rame sampai cium tanah bareng. Mujur pas yang dicium Rindy tanah kering bersih. Ada lho yang dengan terpaksa mencium ranjau sapi. Ada juga yang rumput-rumput, penuh ulat kecil-kecil. Hii…
Waktu pun akhirnya mau bergeser. Senior-senior kelelahan. Pas Maghrib kita dipulangkan dan disuruh dandan kece untuk acara wajib nanti malam. Inagurasi. Semua wajib datang. Katanya acara itu jadi ajang bagi para senior buat ngincer dan pedekate ke anak baru.
Nyatanya nggak ada seorang pun yang mendekati Rindy. Tapi itu tak jadi pemikirannya karena ia larut dalam goyang irama musik dangdut. Tangngung. Cape gini mending tampil norak sekalian.



Uups,,, nih masih naskah asli ditulis th 1996, belum diedit…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar