Wellcome! Selamat datang di SmallSecret-info

Thanks You have visited my 'simple, small' Blog. Hope You All enjoyed.
Terimakasih anda telah berkunjung. Saya sadari sepenuhnya bahwa Blog ini JAUUUUUUUUUH dari sempurna. Meski begitu Harapan saya semoga bisa berguna bagi saya, Anda dan semua... amin.
SmallSecret.

Rabu, 16 Maret 2011

Lima tahun yang Hilang - sebuag Fiksi dari AIR series

LIMA TAHUN YANG HILANG
Tak banyak yang tahu Juhdan pernah mengalami masa pahit semasa mudanya dulu. Tapi Justru itulah yang menjadikan dirinya lebih kuat seperti sekarang ini. Lebih kuat termasuk dalam menghadapi kegagalan yang mungkin sudah di depan mata.
Aira dan Yuka telah mendapat punishment-nya. Bahkan ia memecat dengan tidak hormat Aira, dan mengirim Yuka kembali ke negeranya.
Sesungguhnya ia tidak mengirim pulang Yuka ke China atau ke Jepang, dua negerinya. Tapi ia mengirim Yuka ke sebuah negeri yang kini menjadi besar, Israel. Negerinya kaum Yahudi.  Juhdan pernah melakukan penyelidikan secara pribadi melalui biro khusus, yang menyimpulkan bahwa Yuka benar-benar keturunan Israel.  Penelitian yang sama juga pernah ia lakukan pada Zidane, sahabatnya yang asli Mesir, tapi hasil penelitian itu menyebutkan bahwa Zidane bukanlah keturunan Bani Israel, bukan pula keturuanan Yahudi. Dan memang kenyataannya Zidane bukan pemeluk Yahudi, dan benar-benar turunan Arab Amerika.
Penelitian lain yang Juhdan lakukan pada Yuka menyebutkan bahwa dibalik paham atheis yang dianutnya, Yuka pernah diam-diam mempelajari agama Yahudi. Entah kenapa penyelidik yang disewa Juhdan menyimpulkan demikian. Padahal sesungguhnya Yuka, yang mengaku atheis, bukannya tidak percaya Tuhan, tapi lebih tepatnya tidak percaya pada agama. Ia pernah mempelajari ajaran-ajaran Nasrani, Budha, Yahudi dan Islam disela-sela waktu senggangnya. Mungkin penyelidik itu melihat dan memantaunya saat Yuka mempelajari agama Yahudi.
“Saya tidak akan mungkin memecatmu, Yuka. Tetapi ada satu tempat dimana kau akan belajar lebih baik lagi. Ada tempat dimana ilmu yang saat ini kau punya bisa lebih berguna di sana.” Juhdan menyarankan.
“Dimana itu?” Yuka pasrah pada nasib.
“Apakah itu berarti aku masih bisa menggunakan kekuasaanku sebagai anggota AIR?”
Juhdan sangat senang dengan semangat yang masih ditunjukkan Yuka,.
“Tidak ada yang akan hilang. Justru akan bertambah.”
“What’s your mean, Mr Juhdan?”
“Nothing. But, The best thing. You must go there as soon as possible?”
“Soon? But Where?” Tanya Yuka lagi penasaran.
“Yo’ll be know.”
“Sekarang aku telah siapkan semua untuk keberangkatanmu. Semua fasilitasmu telah di update. Kamu tidak memerlukan apa pun di sana. Kamu siapkan saja dirimu dan perbekalan standarmu. Tak perlu membawa banyak hal. Cukup barang-barang yang kau anggap penting saja. O yak kau bawa juga hal-hal yang bisa mengobati rindumu. Karena di sana kau tidak akan pernah bisa berkomunikasi dengan siapapun untuk waktu tertentu. Itu peraturannya.”
Tak ada yang bisa diperbuat Yuka, selain menurut. Sanksi itu jauh lebih ringan dari pada yang diterima dua rekannya, Aira dan Panji. Aira harus kehilangan segalanya, dipecat dan tinggal di pengasingan untuk waktu yang cukup lama. Panji bahkan terancam kehilangan nyawanya karena harus mendekam dalam penjara.
*****
Yuka berangkat dengan pesawat khusus yang telah disiapakan Juhdan. Pemuda itu tidak tahu kenegara mana ia hendak dibawa pergi. Degup jantungnya berdetak lebih kencang ketika pesawat take off, bukan lantaran ketakuatan, tapi rasa penasarannya yang semakin memuncak menggedor-gedor seluruh urat nadinya, berharap segera terjawab.
Juhdan menatap kepergian Yuka dan pesawatnya tanpa berkedip. Ingatannya mulai mengembara beberapa puluh tahun lalu, saat ia lulus SMU, saat ia baru berusia 16 tahun. Ia masih muda, penuh idealisme, brave, dan ingin tahu banyak hal.
Hari itu, Sabtu di penghujung bulan Mei, dua orang lelaki mengajaknya berbicara dalam bahasa Ibrani. Juhdan begitu excited, melihat ada yang bisa berbahasa Ibrani di negeri Paman Sam. Sayang dua lelaki itu mukanya tertutup rapat. Hanya matanya saja yang nampak. Perbincangan mereka begitu mengasyikkan. Anehnya hingga kini Juhdan tidak ingat apa yang mereka perbincangkan saat itu. Bahkan ingatan masa-masa itu hanya sepotong-potong seolah terhapus begitu saja dan susah untuk dikembalikan.
Hari kian merayap menuju malam, sudut kota mulai temaram, lampu-lampu hemat energi tak mampu mengganti cerahnya sang surya. Kedua orang misterius itu bermaksud mengantarkan Juhdan pulang. Juhdan menurut.
“Apa tidak sebaiknya aku telpon pamanku dulu, Tuan?” Pinta Juhdan polos.
Kedua orang itu meyakinkan telah mengubungi, Mr. Murad, pamannya. Juhdan lagi-lagi menurut.
Dua orang misterius itu membawa Juhdan tanpa ada seorang pun yang melihat. Mula-mula mobil mewah itu meluncur lembut.  Juhdan merasa senang, tapi beberapa menit kemudian ia mulai mengantuk dan tertidur. Begitu pulasnya ia tertidur ia tidak menyadari kalau dua orang misterius itu telah membopongnya menaiki sebuah pesawat.
Diatas cabin pesawat Juhdan sempat terjaga karena ia lupa berdo’a sebelum tidur. Pamannya selalu mengajarkan padanya untuk selalu berdoa sebelum tidur dengan kesungguhan agar terjaga dari gangguan jin dan manusia yang berniat jahat padanya  selama ia tidur. Mungkin kekuatan ‘kebiasaan’ itu yang mencoba membangunkannya. Matanya mengerjap.
“Dimana ini tuan?”
“Di sebuah pesawat teman. Kita akan berpetualang.” Lelaki misterius yang lebih muda menjawab sambil mengusap mata Juhdan. Penutup mukanya telah dibuka dan Juhdan hanya mengingat ada beberapa jerawat di mukanya dan tahi lalat di dekat alis.
“Oh, asik sekali. Aku mimpi naik pesawat, aku terbang, mengembara, berpetualang.” Juhdan terus meracau seolah tengah menginggau.
Sebuah kekuatan menjaganya,”Tapi kemana kita tuan? Bukankah aku seharusnya pulang?”
Lelaki misterius itu mengusap-usap kepala Juhdan seperti sedang membaca mantera-mantera.
Juhdan kembali tertidur. Tidur lebih pulas.
*****
....

Masih ada kelanjutannya nih..... Tapi buat yang mau-mau aja ya? 
Ini hanya sepenggal fiksi aku bagian dari kisah/ serial AIR.
:))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar