Wellcome! Selamat datang di SmallSecret-info

Thanks You have visited my 'simple, small' Blog. Hope You All enjoyed.
Terimakasih anda telah berkunjung. Saya sadari sepenuhnya bahwa Blog ini JAUUUUUUUUUH dari sempurna. Meski begitu Harapan saya semoga bisa berguna bagi saya, Anda dan semua... amin.
SmallSecret.

Senin, 07 Maret 2011

Kita Harus Peduli

KITA HARUS PEDULI

Banyaknya kasus-kasus penyakit yang memilukan hingga menimbulkan korban jiwa agaknya perlu segera disikapi bersama. Apalagi bila hal itu menimpa generasi penerus bangsa; bayi, balita dan remaja. Polio, Demam Berdarah, Busung Lapar, Gizi buruk, Narkoba dan sejenisnya. Bukan melulu hanya tanggung jawab dinas kesehatan atau menteri kesehatan belaka. Bukan pula hanya menuding pemerintah dan meminta pertanggung jawabannya.
            Ada pergeseran nilai budaya, pandangan, tradisi, moral dan tabiat bangsa yang nampaknya juga turut berperan besar dalam hal ini. Peranan manusia dalam masyarakat, lingkungan, dan pembuat kebijakan pemerintah sebagai bagian dari budaya itu sendiri berperan dalam pergesaran ini. Banyak yang berdampak positif tapi kenyataan juga membuktikan tidak sedikit dampak negatif yang dirasakan.
            Bila kita menongok kebelakang, di masa-masa yang untuk saat ini kita menyebutnya ‘primitif’, ‘kampungan’, ‘ndeso’ dan sejenisnya, kita mungkin akan bisa berkaca dan belajar. Bukankah sejarah kita pelajari untuk menjadikan pengalaman dan pengajaran di kehidupan berikutnya?
            Pergeseran nilai membuat individualisme manusia semakin menonjol, mementingkan diri sendiri di atas segala-galanya. Tahukah anda kenapa nenek/buyut kita yang beranak selusin atau lebih bisa mempertahankannya dan menghasilkan insan yang bernilai sedangkan untuk ibu-ibu masa kini yang hanya beranak 2 atau 4,  banyak yang kewalahan dan tak sanggup mempertahankan kualitas insani-nya? Mungkin salah satu sebab kecilnya yang perlu kita peduli adalah karena ibu masa kini lebih individualistis.
            Pada zaman dahulu segala yang dimiliki ibu semua diperuntukkan  bagi putera puterinya. Ibu adalah sisa, dan yang paling akhir, yang pertama mendapat penderitaan dan yang paling akhir mendapat kebahagiaan. Sedang sekarang, tidak sedikit Ibu yang lebih mementingkan baju baru dengan bordir dari pada susu kaleng bayinya. Lebih tidak malu ngutang untuk beli peralatan elektronik/rumah tangga, dari pada untuk SPP anaknya apalagi untuk membeli mainan untuk anak tumbuh kembang. Malah tidak sedikit ibu yang lebih bangga anaknya (masih dibawah umur) menghasilkan uang dari pada berpendidikan, berpengetahuan dan berketrampilan. Perasaan gengsi, ingin menonjol di masyarakat secara ekonomi dengan tampilan luar yang kamuflase telah menggeser pemikiran, mata bathin dan kemuliaan seorang ibu.
Zaman nenek moyang kita pun tercatat hampir tidak ada bayi yang tidak mendapatkan ASI (Air Susu Ibu) meskipun mereka banyak anak,dan harus membagi waktu dengan pekerjaan-pekerjaan rumah dan membantu suami bekerja di sawah, ladang, kebun atau yang lainnya. Bahkan bila kondisi tak memungkinkan Ibu mencarikan tempat penyusuan agar bayi-bayi mendapatkan tetes ajaib ASI. Coba kita melihat trend masa kini, dimana iklan-iklan produk susu instan menjamur, banyak Ibu yang lebih memilih berkarier dengan dalih tuntunan ekonomi keluarga. Sedikit sekali media yang mau mengiklankan ASI karena tidak mendatangkan profit. Yang lebih ironis lagi perlombaan pemberian susu instant di kalangan masyarakat kian menggila. Susu bermerk terkemuka dan berharga mahal seolah menjadi kebanggaan. Dalam hampir setiap pertemuan Ibu-ibu baik itu acara arisan, PKK, atau sekedar ngrumpi ria, merek susu yang mereka gunakan menjadi topik obrolan yang membanggakan. Sebenarnya ‘agak ndak waras’ kalau ada (bahkan banyak ya) Ibu-Ibu yang membanggakan diri karena telah memberi susu bermerk dan berharga mahal untuk bayinya, seolah stratanya di masyarakat meningkat menjadi orang ‘kaya/mampu’, karena memang hanya orang mampu yang sanggup membeli susu tersebut.    
Memang tidak semua Ibu demikian, tetapi setidaknya dari hari kehari kian bertambah jumlah ibu yang berlaku demikian.
            Semoga pemerintah dan masyarakat peduli akan hal ini. Dan menjadi pe-er untuk kita semua bagaimana mengembalikan pergeseran nilai / moral yang nggak bener tersebut ke tempat sebelumnya atau yang lebih bener sesuai dengan tuntutan zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar